- Mitos Atung Bungsu...!!!!!!



Besemah dan Mitos Atung Bungsu....!!!!!

Oleh : RICI PIRNANDO

Sejarah Besemah relatif tidak banyak, umumnya berasal dari tradisi lisan (oral history) yang tumbuh di kalangan terbatas penduduk Besemah sendiri. Kalau pun ada sumber tertulis mengenai sejarah kepuyangan Besemah, terutama yang berasal dari penulis-penulis Belanda, juga mencatat dari cerita tutur orang Besemah sendiri, sedangkan sumber tertulis dari kaghas*, yang masih ada di sebagian penduduk Besemah (juray-tuwe) jumlahnya sangat terbatas. Penulis Belanda pun mengakui, sejarah masyarakat di daerah Sumatera Selatan pada abad ke-14 dan ke-15 merupakan “masa gelap”, mereka tidak mendapatkan catatan dalam kurun waktu tersebut.
Sejarah mengenai keberadaan asal-usul penduduk (puyang) Besemah, yaitu puyang Atung Bungsu, didapat dari sumber yang tercatat di kaghas, tanduk kerbau, ghuwas buluh (ruas bambu) ataupun bilah buluh (gelumpay) bahkan yang berdasarkan cerita rakyat secara turun-temurun (tradisi lisan). Kisah dan cerita kepuyangan menjadi bagian yang tidak terlepas dari sejarah sukubangsa Besemah pada periode Jagat Besemah. Dalam cerita yang berkembang, tokoh yang bernama Atung Bungsu merupakan pendiri era Jagat Besemah, sejak itu istilah “Besemah” mulai dikenal. Yang menjadi permasalahan sekarang, siapakah Atung Bungsu dan apakah ia memang  tokoh mitos atau realitas sejarah?



Klaim Besemah Dari Majapahit...!!!!!!
Memang jauh sebelum kehadiran Atung Bungsu di sekitar Gunung Dempo**, diperkirakan awal abad ke-14, sudah ada masyarakat mendiami daerah ini (mungkin belum ada istilah “Besemah”). Bahkan puluhan abad sebelum ia datang, sudah ada peninggalan budaya prasejarah tradisi megalitik tua yang diperkirakan berumur 2.500 sampai 1.500 Sebelum Masehi (SM) berakulturasi dengan peninggalan budaya prasejarah tradisi megalitik muda yang diperkirakan berumur  200 sampai 100 SM di sini. Peninggalan (artefak) tradisi megalitik yang sampai sekarang masih ada, memperlihatkan  kebudayaan masyarakat di lereng Gunung Dempu relatif sudah tua dan dari hasil kajian arkeologis menunjukkan bahwa mereka sudah berinteraksi dengan masyarakat di luarnya (globalisasi). Tetapi yang dikenal sekarang bahwa cikal-bakal penduduk Besemah adalah keturunan dari Atung Bungsu dari trah kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa.
Nampaknya klaim bahwa penduduk Besemah mude juga dialiri darah Majapahit tidak hanya berlaku bagi jeme (orang/suku) Besemah saja, tetapi juga bagi suku-suku di pedalaman Sumatera Selatan seperti suku Empat Lawang, suku Rejang, suku Komering/Daya, suku Belide, dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari silsilah-silsilah yang ditemukan di masyarakat pedalaman Sumatera Selatan, umumnya, merunut ke silsilah yang berujung, setidak-tidaknya, terkait dengan penguasa Majapahit. Yang juga menjadi pertanyaan mendasar, jauh sebelum kedatangan orang-orang Majapahit di pedalaman Sumatera Selatan, sudah ada kerajaan besar pertama di bumi Nusantara, yaitu kerajaan Sriwijaya.



Jejak Sriwijaya....!!!!!
Ke mana perginya rakyat dari kerajaan besar pertama di Nusantara ini? Apakah mereka hilang begitu saja? Padahal dari fakta-fakta sejarah yang ada, tidak ditemukan bentuk-bentuk baik secara fisik maupun kultural peninggalan dari kerajaan Majapahit di pedalaman Sumatera Selatan***, sedangkan kerajaan Sriwijaya yang muncul lebih dahulu atau lebih tua kurun waktunya dari Majapahit, masih meninggalkan “tapak-tapak” prasasti dan artefak yang jelas, demikian pula nama-nama tempat (toponim) di Sumatera Selatan. Bahasa Melayu tua atau “bahasa Sriwijaya” terus dikembangkan di Nusantara melalui peningkatannya di kerajaan Melayu di Malaka.
Begitu tertanamnya mitos Majapahit sehingga yang tertinggal sampai saat ini di Sumatera Selatan adalah legenda-legenda yang berkaitan dengan Majapahit. Padahal dalam realitas sejarah Majapahit tidak meninggalkan bukti-bukti yang jelas di Tanah Besemah ini, apakah berupa prasasti, bahasa, adat-istiadat, ataupun nama-nama tempat. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh penulis sejarah masa klasik Jawa, Slametmulayana (1979:143). Ia menyatakan.
Namun di daerah-daerah ini (Sumatera Selatan) tidak ditemukan piagam sebagai bukti adanya kekuasaan Majapahit. Hikayat-hikayat daerah, yang ditulis kemudian, menyinggung adanya hubungan antara pelbagai daerah dan Majapahit dalam bentuk dongengan, tidak sebagai catatan sejarah khusus. Dongengan-dongengan itu menunjukkan sekedar kekaguman terhadap keagungan Majapahit.
Berangkat dari mitos yang sudah melekat kuat dengan tokoh Atung Bungsu, berdasarkan cerita yang diyakini oleh sebagian masyarakat Besemah, ia telah menurunkan anak-cucunya sampai berkembang biak dan beranak-pinak membentuk suatu masyarakat genealogis tersendiri yang menjadi beberapa sumbay****, sehingga melahirkan pemerintahan tradisional khas Besemah yang dinamakan Lampik Mpat Merdike Duwe. Keyakinan ini, sesuai dengan pendapat Mircea Eliade yang mengatakan, bahwa “Myth tells only of that really happened” (artinya: Mitos hanya menceritakan yang sebenarnya terjadi). Pendapat Mircea Eliade itu senada dengan pendapat Prof. Dr. James Dananjaya (1986:23), seorang ahli folklor Indonesia, menjelaskan mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. [*]



Catatan....!!!!!!!
_ Nama sejenis kayu sebagai media tulisan sebelum penduduk Besemah mengenal kertas. Kulit kaghas ini liat dan tidak dimakan ngengat (sejenis serangga). Menurut M. Shoim K. (1979:5), isi  kaghas tidak banyak memuat sejarah asal-usul sejarah jeme Besemah, tetapi yang terbanyak memuat penuntun dalam peperangan dan obat-obatan juga petunjuk untuk bercocok-tanam yang dinamakan pidaran (peredaran cuaca).
_Sebenarnya penulisan nama Gunung Dempo, yang benar adalah Gunung Dempu, yang berarti gunung yang di(e)mpu, yang bermakna sama dengan dipuja (pu), dipuji (pu), dikeramatkan, dianggap sakti, dan bertuah. Gunung Dempu memisahkan Besemah Libagh dengan Besemah Ulu Manak.
_ Untuk kajian sejarah Palembang Lamo (Lama), sudah banyak terungkap tentang keberadaan kekuasaan Majapahit pernah bertahta di Palembang
_Kesatuan masyarakat suku Besemah yang berdasarkan keturunan geneologis, termasuk suku-suku yang terbentuk sebagai  persebarannya, seperti  Semende,  Kisam, Kikim, Kedurang, Padang-guci, Kelam,  Kinal, dan Luwas.

4 komentar:

  1. Wah, cepet banget Updet blognya sob?? keren ....

    BalasHapus
  2. Salam Kenal.
    Saya memberikan saran, alangkah lebih baik lagi apabila dituliskan sumber yang lebih lengkap, tapi saya tidak mengatakan bahwa yang ditulis tersebut tidak berdasarkan sumber.
    Saya sangat bangga dengan kawan-kawan yang menggali dan mencari pengetahuan berkenaan dengan asal-mula terbentuknya suatu kebudayaan dan etnik kita, karena tanpa kita mengetahui hal tersebut, maka hilanglah jati diri kita yang terlahir dari suatu etnik/suku tersebut. Boleh ya pinjem buku yang berkenaan dengan kebudayaan besemah tersebut? karena saya asli orang/suku SEMENDE dari kabupaten OKU-Selatan. Terimakasih.

    BalasHapus
  3. Boleh dunkpinjem buku yg berkenaan dg besemah.....

    BalasHapus


Daftar isi